Opini: Tiga Kunci Sukses Memasyarakatkan Mobil Listrik Di Indonesia

06/10/2023

Pasar mobil

3 menit

Share this post:
Opini: Tiga Kunci Sukses Memasyarakatkan Mobil Listrik Di Indonesia
Kami menyebut unsur 3P yaitu produk, penjual dan penggunaan merupakan tiga kunci sukses dalam upaya memasyarakatkan mobil listrik di Indonesia

Sudah menjadi pembicaraan umum bahwa pemerintah Indonesia getol ingin memasyaratkan mobil listrik untuk menjadi pilihan utama konsumen. Beberapa faktor alasan tentu ketersediaan cadangan minyak bumi semakin menipis, beban anggaran negara untuk subsidi bbm, hingga demi mengatasi polusi. Berbagai program dicanangkan guna menarik investasi produsen mobil listrik, utamanya dari Korea dan China. 

Kenyataannya, penjualan mobil listrik masih jauh dari harapan. Data Gaikindo januari – Agustus 2023 menunjukkan penjualan wholesale sebanyak 8200 unit, atau sekitar 1,2% dari total pasar mobil. Angka yang sungguh kecil. Sekadar perbandingan, pasar mobil listrik di Thailand sudah mencapai 8 persen.

Beberapa program seperti subsidi pajak sana-sini sudah dilakukan, tetapi tetap tidak memberikan dampak berarti. Padahal pada 2022 lalu pemerintah menargetkan sebanyak 400 ribu unit mobil listrik terjual ke tangan konsumen di tahun 2030.

Hyundai Ioniq 5
Hyundai Ioniq 5, mobil listrik terlaris di Tanah AIr

Saya mencatat ada beberapa hal seperti luput dari pemerintah di Indonesia. Solusi meningkatkan penjualaan mobil listrik tidak cukup dengan subsidi. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, saya mencatat ada faktor 3P yang menjadi penentu keberhasilan memasyaratkan mobil listrik di Indonesia. 3P yaitu produk, penjual dan penggunaan. 

P produk mengacu kepada jenis mobil berikut harganya, P penjual mengacu siapa atau brand mana menjual mobil listrik tersebut dan P penggunaan meliputi pola pemakaian konsumen dan infrastruktur.

DI sini, saya membatasi pembahasan dari sisi pasar, tidak membahas perdebatan apakah sebetulnya mobil listrik itu hijau, atau tidak. Pun tidak menyentuh topik semisal kepentingan pihak-pihak tertentu. Silakan disimak detail pembahasannya sebagai berikut. 

P Produk 

Sepanjang 30 tahun terakhir, hampir sangat jarang ada mobil selain berkapasitas 7 penumpang berhasil menempati kasta teratas penjualan mobil di Indonesia. Kami mencatat satu-satunya anomali terjadi di 2022 ketika Honda Brio berhasil mengalahkan Toyota Avanza. Sisanya, ya kalau tidak Toyota Kijang termasuk Innova dan Avanza.

Karakteristik masyarakat Indonesia guyub yang mengedepankan daya angkut bagi seluruh keluarga menyebabkan mobil 7-seater selalu diminati konsumen. Rentang harga juga perlu diperhatikan. 

Mobil terlaris di Indonesia pada umumnya berada di rentang B-segment atau low-MPV yaitu saat ini di kisaran Rp 200 – 300 jutaan. Ini berarti, jika kita ingin mobil listrik memasyarakat lantaran diminati konsumen maka produk ditawarkan sebaiknya berupa MPV 7-seater dan dihargai di rentang tersebut. 

Wuling Air ev
Meski dihargai terjangkau, namun konsep city-car membuat Wuling Air EV sulit merebut minat pemilik low MPV

Pertanyaannya, adakah mobil memenuhi spesifikasi tersebut? Jika kita melihat portofolio mobil listrik dijual di Indonesia rasanya jelas sulit. Jika ada MPV listrik dijual yaitu Maxus Mifa 9, harga di atas Rp 1 miliar.

Saat ini memang sudah banyak mobil listrik ditawarkan di rentang Rp 200 – 300 juta seperti Wuling Air EV, atau DFSK Seres. Tetapi keduanya berkonsep city-car mungil, sehingga jelas kurang sesuai dengan kebutuhan mayoritas konsumen Indonesia. 

Wuling Air EV boleh saja laris manis di Tanah Air. Namun faktanya, ia kalah laris dari Hyundai Ioniq 5 berharga 3 kali lipat lebih mahal. Tipikal konsumennya pun adalah keluarga kelas menengah atas dengan penghasilan di atas Rp 30 juta, mampu membeli SUV segmen-C seperti Toyota Fortuner dan membeli Air EV sebagai mobil perang atau mobi ketiga atau bahkan keempat. 

Neta V
Neta V menjadi mobil listrik dihargai tak jauh rentang harga mobil terlaris di Indonesia

Dari portofolio mobil listrik ada di pasar, masih ada model dijual dengan harga di bawah Rp 400 juta. Citroen E-C3 dihargai Rp 395 juta dan Neta V di angka Rp 379 juta. Secara konsep relatif masuk dengan kebutuhan konsumen, sementara harganya juga tidak mahal-mahal amat dan berpotensi laku banyak mengingat Kijang Innova Zenix Hybrid saja pada semester I 2023 mampu terjual lebih dari 9 ribu unit. 

Bagaimana dengan model-model di pasar global yang dikabarkan akan masuk ke pasar Indonesia? Kencang beredar kabar bahwa BYD akan segera menyerbu Indonesia, atau Wuling Indonesia yang sudah mempatenkan nama Cloud EV yang berarti bisa diasumsikan akan dijual dalam waktu tak lama. Mari kita bedah masing-masing produk. 

BYD Atto 3
BYD Atto 3 menjadi kandidat kuat mengingat ia sudah dijual di Thailand

Mulai dari BYD. Jika melihat lini produk mereka di Thailand, kita bisa asumsikan model akan dijual di Indonesia adalah BYD Atto 3. Melihat desain dan bentuk, Atto 3 terlihat cukup atratif dan cocok dengan selera pasar lokal.

Saya mencoba melakukan interpolasi harga BYD Atto 3 dengan Toyota Veloz di Thailand, lalu dibandingkan dengan harga Veloz di Indonesia untuk mendapatkan perkiraan harga jual BYD Atto. Tentu, akan terdapat perbedaan dengan harga resminya nanti mengingat perhitungan sederhana saya mengabaikan faktor pajak atau insentif. 

Di Thailand, BYD Atto 3 dijual dengan harga 1,099 juta Baht sementara Veloz termahal di angka 875 ribu Bath. Merujuk pada harga jual Veloz di Indonesia di angka 313 juta rupiah, maka didapat perkiraan angka BYD Atto 3 di kisaran Rp 393 juta. Tidak jauh dari E-C3 maupun Neta V. 

Wuling Cloud EV 
Andai Wuling Cloud EV ini 7-seater, maka akan memiliki potensi merebut konsumen low MPV 200 – 300 jutaan rupiah

Bagaimana dengan Wuling Cloud EV? Mini MPV dijual di China dengan nama Baojun Yundio dihargai 95,800 RMB. Di China tidak ada Avanza, jadi saya membandingkannya dengan harga Toyota Vios (Rp 322 juta).

Menggunakan pola perhitungan sama, saya mendapatkan perkiraan harga Rp 288 juta di Indonesia. Di China Yunduo memang hadir dengan konfigurasi 5-seater. Tetapi melihat dimensi kurang lebih sama dengan Avanza, sepertinya tidak susah bagi Wuling Indonesia untuk menambahkan jok baris ketiga. Jika begini, maka Cloud EV akan menjadi kandidat terkuat mobil listrik yang mampu menantang MPV bensin. 

Tetapi tidak segampang itu. Kita akan bahas di bagian berikutnya mengapa kami merasa akan masih sangat lama bagi model-model saya sebutkan di atas barusan untuk dapat terjual sebanyak Innova Zenix. 

>>> Intip Mobil Listrik Honda N-VAN EV Prototype & Honda e Di IEMS 2023

P Penjual 

Indonesia adalah pasar otomotif sangat Jepang sentris. Jika merujuk pada tahun beroperasinya Toyota di Indonesia secara resmi, merek Jepang sudah eksis di pasar sejak 52 tahun silam. Bayangkan betapa mencengkeramnya ekuitas merek merek-merek Jepang di benak konsumen Indonesia.

Belum ketika bicara jaringan layanan penjualan dan purna jual yang sudah menggurita hingga ke pelosok pedalaman. Merek Korea baru hadir sejak 1995 melalui Hyundai, sementara keseriusan merek China bisa disebut baru sejak 2018 ketika Wuling Indonesia memulai operasinya. 

Dari sisi penjualan pun masih jauh panggang dari apa. Jika mengacu kepada data penjualan wholesale Januari – Agustus 2023 dirilis oleh Gaikindo, pangsa pasar merek Korea (Hyundai dan Kia) hanya berada di kisaran 3,7 persen. Merek China gabungan dari Wuling, Chery, DFSK, MG Motors bahkan tidak sampai 3 persen. Sementara Jepang, gandengan tangannya Toyota dan Daihatsu saja sudah melebihi 50 persen. 

Patut dicatat bahwa pasar mobil Indonesia diisi mayoritas konsumen konservatif. Konsumen yang membutuhkan mobil berdasarkan fungsi, operasional, pemeliharaan dan bahkan harga jual kembali.

Wuling
Meski tampil serius dan berupaya penuh, pangsa pasar mobil Korea dan China masih belum mampu mencapai 10 persen

Silakan Anda menyebut ini hasil cuci otak merek Jepang khususnya Toyota selama 52 tahun, tetapi memang itu kenyataannya. Merek Korea dan China (diwakili Wuling) memang terlihat melakukan upaya serius dari sisi produk, hingga jaringan penjualan dan purnajual.

Tetapi, kabar angin soal kualitas produk dan keluhan konsumen masih terdengar sana-sini. Dan ini berpotensi mempengaruhi persepsi kualitas konsumen sehingga menghambat pertumbuhan penjualan.

Pada akhirnya saya yakin merek Korea dan China akan sampai pada titik dicapai oleh merek Jepang dan dipercaya sepenuhnya oleh konsumen. Tetapi butuh waktu berapa lama? Lima tahun, sepuluh tahun, atau 20 tahun? 

Jadi, jika pemerintah malah menggandeng merek China dan Korea dalam program mobil listrik Nasional, akan butuh waktu sangat lama bagi mobil listrik untuk dapat memasyarakat di Indonesia.

Toyota bZ4X 
Butuh dorongan dari merek Jepang untuk mendongkrak penjualan mobil listrik

Kenapa tidak merek Jepang? Ini karena merek Negeri Sakura belum memiliki kesiapan setara China dan Korea dalam mobil listrik. Toyota contohnya, bersikeras dengan konsep elektrifikasi yang tidak bergantung hanya pada mobil listrik, tetapi juga hybrid dan PHEV.

Jadi selama tiga besar merek Jepang di Indonesia belum bergeming menawarkan mobil listrik di angka Rp 200 – 300 jutaan, akan sangat sulit membuat pembeli mobil di Indonesia beralih ke EV. 

>>> Kelebihan dan Kekurangan Mobil Listrik/Hybrid di Bawah Rp300 Juta

P Penggunaan

Seperti sudah saya bahas dalam artikel test drive Wuling Air EV, masalah operasional merupakan hal krusial dalam memasyarakatkan mobil listrik. Ketersediaan SPKLU masih belum memenuhi harapan, jangan jauh-jauh ke kota kecil tetapi lihat saja wilayah penyangga kota besar seperti Jabodetabek.

Bagi pengguna Wuling Air EV yang hanya beredar 10 – 20 km sehari untuk aktivitas harian jarak dekat, hal ini jelas bukan masalah. Bagi pemilik Hyundai Ioniq 5 yang aktivitas hariannya ke gedung perkantoran Jakarta, juga bukan masalah. 

PLN ajak kerjasama ASEAN kolaborasi bangun bisnis SPKLU 
Kesiapan infrastruktur masih menjadi kendala dalam memasyaratkan EV

Dan jangan lupa, populasinya saat ini masih sedikit. Sebagai ilustrasi mari kita gunakan rencana perjalanan Jakarta – Semarang menggunakan jalan tol. Untuk menempuh jarak tempuh sejauh 400 km lebih, sudah pasti pemilik Ioniq 5 akan melakukan pengisian ulang di SPKLU yang saat ini baru tersedia di rest area kilomoter 288.

Bayangkan jika populasi EV sudah mencapai ambang batas bisa disebut massal, maka apa terjadi di China saat libur imlek dan Norwegia saat Natal bisa terulang. Macet total akibat antrean mobil listrik. 

Belum lagi jawaban atas kekhawatiran konsumen konservatif seperti, berapa harga baterai, kalau rusak bagaimana dan berapa harga jual nantinya. Selain peran pemerintah, butuh edukasi produk dan komitmen dari pemegang merek untuk meyakinkan konsumen. Tidak cukup dengan hanya memberikan informasi standar seperti biaya murah atau ramah lingkungan melalui influencer seperti dilakukan saat ini. 

Direktur & Publisher Cintamobil.com yang bergabung sejak 2018. Memiliki pengalaman 20 tahun di industri media otomotif dengan hobi mengoleksi mobil-mobilan balap. Sepanjang karirnya Adit akrab dengan test drive di sirkuit-sirkuit teranama seperti Fiorano, Fuji, Shanghai, hingga Sepang. 
 
back to top