Kepindahan KIA di bawah naungan PT Kreta Indo Artha ditandai dengan peluncuran mobil baru berupa SUV Seltos. Di Indonesia, hanya ada varian Seltos yang diboyong KIA yakni mesin bensin berkapasitas 1.4 T-GDI.
Padahal, Seltos yang didatangkan langsung dari Korea Selatan punya versi mesin diesel. Seperti yang ditawarkan di India. Di India, KIA Seltos diesel ditawarkan dalam dua pilihan kapasitas mesin yakni 1.4L dan 1.5L.
KIA Seltos mengaspal di Indonesia sejak awal tahun
>>> Kia Seltos Diesel Segera Ditawarkan? Ini Kisaran Harganya
Masalah Standar Bahan Bakar
Lantas apa pertimbangan KIA Seltos diesel belum dibawa ke Indonesia?
"Kita lagi pelajari. Masalahnya itu kalau paksakan luncurin kan hanya pakai Pertadex, nanti konsumen begitu ke luar daerah hanya ada Bio-solar nanti malah tersumbat atau gimana, kita juga lagi mempelajari mesin yang bisa minum bio solar," ujar Marketing and Development Division Head PT Kreta Indo Artha Ario Soerjo dalam bincang virtual belum lama ini.
Kondisi di India dan Indonesia sudah tentu berbeda, termasuk kalau bicara bahan bakar. Kia Seltos di negeri Bollywood India ditawarkan tiga pilihan dapur pacu, mesin bensin turbo GDI 1,4 liter, mesin bensin 1,5 liter dan mesin diesel turbo 1,5 liter. Faktanya, ketiga mesin tersebut telah memenuhi persyaratan BS-6 (Bharat Stage VI) standar emisi yang ditetapkan oleh pemerintah India termasuk KIA Seltos Diesel.
"Kalau bensin kita nggak bisa kayak gitu kan menyusahkan kendaraannya, jadi kami sedang mempelajari," kata Ario lagi.
"Kita nggak mau mesin terlalu canggih ada masalah. Kalau Sedona itu pakai Pertadex karena mesin lama masih bisa minum Bio Solar di waktu-waktu tertentu tapi kita harus bilang pakai Pertadex," sambung Ario.
>>> KIA Seltos Bisa Diproduksi Lokal, Ini Syaratnya!
Lebih Pentingkan Kebutuhan Konsumen
Ario menambahkan pihaknya tak ingin menyusahkan konsumen nantinya dengan menyediakan Seltos diesel namun tak cocok dengan bensin di Indonesia.
Baru ditawarkan versi bensinnya
Di samping itu, menurunkan spesifikasi mesin untuk menyesuaikan standar bahan bakar di suatu negara tentu membutuhkan biaya investasi yang besar. Apabila volume penjualannya sedikit, tentu akan merugikan bagi para pabrikan.
"Lebih mudah kalau kita meminta, memohon amat sangat mempercepat euro di Indonesia ya gimana ya takutnya kita cepat launching kalau belum siap malah nanti jelek ke kita. Kalau misalnya bisa kita cekek ke Euro2 nah nanti akan ketemu kendala lagi gitu. Bukan ragu tapi kita harus mempersiapkan lebih dalam karena ujung-ujungnya kita adalah konsumen dan jadinya brand image mobil itu sendiri kalau banyak masalah," pungkasnya.
>>> Klik sini untuk lanjut baca berita otomotif yang hot lainnya