4 Alasan Mobil Listrik Belum Ramah Lingkungan

19/04/2023

Pasar mobil

3 menit

Share this post:
4 Alasan Mobil Listrik Belum Ramah Lingkungan
Anda termakan omongan mobil listrik itu ramah lingkungan? Sebaiknya simak 4 fakta kenapa mobil listrik saat ini belum bisa disebut ramah lingkungan…

Terdapat dua hal digaung-gaungkan pemerintah, produsen dan influencer ngetop mengenai manfaat utama mobil listrik (Battery Electric Vehicle / BEV). Pertama tentu rendahnya biaya perawatan dan kedua adalah betapa BEV mengeluarkan emisi gas buang sehingga ramah lingkungan.

Digadang-gadang sebagai solusi hijau berkendara di masa depan. Untuk isu pertama tentu tidak masalah. Meskipun ada beberapa trade-off berupa harga mobil mahal dan belum praktisnya proses pengisian ulang baterai. Tetapi untuk hal kedua mengenai ramah lingkungan?

Well, tunggu dulu. Jangan telan mentah-mentah omongan bahwa BEV itu ramah lingkungan karena sejatimya terdapat 4 alasan kenapa kami berani menyebut mobil bertenaga listrik belum ramah lingkungan. 

VW ID Buzz
Proses pengisian ulang baterai Volkswagen I.D. Buzz

Sebelumnya mohon untuk tidak berburuk sangka. Kami di Cintamobil mendukung penuh upaya transisi menuju berkendara bebas emisi gas buang dan masa depan hijau bagi generasi penerus bangsa. Sehingga kami berharap akan ada solusi atas 4 isu ini sehingga BEV agar benar-benar menjadi sosok yang ramah lingkungan. 

#1 Asal Sumber Energi Listrik

Mobil listrik boleh saja tidak mengeluarkan emisi gas buang. Tetapi, patut dipertanyakan dengan cara apa pembangkit listrik menghasilkan dayanya. Di Indonesia, PLTU berbahan-bakar batu bara menyumbang 61% dari produksi listrik nasional.

PLTU
Mayoritas pembangkit listrik masih menggunakan sumber energi batubara

Tanpa adanya upaya keras dalam menggantikan bahan bakar fosil dengan energi terbarukan untuk pembangkit listrik, maka konsep esensi mobil bertenaga listrik sebagai kendaraan hijau ramah lingkungan akan percuma. Karena sejatinya, seluruh proses from well to wheel harus benar-benar hijau dan ramah lingkungan. 

#2 Proses Manufaktur 

Untuk menghadirkan jarak tempuh setara mobil biasa, mobil listrik saat ini dibekali baterai lithium berukuran besar. Komposisi baterai terdiri atas campuran logam eksotis membuat kebutuhan energi selama proses produksi menjadi besar.

Terutama dari sisi kebutuhan listriknya. Sebagai contoh, Tesla Model 3 dengan baterai 75 kWh membutuhkan emisi CO2 sebanyak 4500 kg. Setara dengan emisi dikeluarkan sedan bermesin biasa selama 1,4 tahun dengan jarak tempuh 19.200 km. 

Gigafactory
Proses manufaktur di Tesla Gigafactory

Itu jika mengacu pada standar produksi di Amerika. Jika produksinya dipindah ke Asia, karbondioksida dibutuhkan akan mencapai 7.500 kg. Penyebabnya, pabrik-pabrik di Asia masih mengandalkan PLTU berbahan bakar batubara untuk sumber listriknya.

>>> Honda: Jual Mobil Listrik Di Indonesia Enggak Bisa Buru-Buru

#3 Proses Penambangan Baterai 

Baterai dipakai BEV saat ini terbuat dari komposisi mineral langka seperti cobalt, lithium dan nikel. Ditambang di lokasi-lokasi di negara berkembang seperti Cile, Bolivia dan Argentina untuk Lithium; Indonesia, Kanada, Rusia, Australia dan lain-lain untuk nikel, serta Kongo untuk kobalt. 

Seiring pertumbuhan penjualan mobil bertenaga listrik, permintaan akan mineral langka sebagai bahan baku baterai juga meningkat secara eksponensial. Hal ini menimbulkan proses penambangan tidak terkendali yang memiliki dampak merusak ekosistem dan lingkungan.  

Tambang Lithium Chile
Tambang lithium di Chile 

Di Cile yang menjadi penyuplai 58% kebutuhan lithium dunia, proses penambangan masif memberikan dampak buruk bagi penduduk dan lingkungan. Di beberapa area, 65% suplai air bersih dipakai untuk kebutuhan tambang. Sulitnya air membuat banyak warga di sekitar area tambang memilih untuk pindah. Proses penambangan juga merusak ekosistem dan tanah.

Sementara penambang yang menghirup debu lithium memiliki resiko terkena penyakit paru-paru mematikan. Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia juga tidak lepas dari masalah ini. Salah satunya potensi kerusakan ekosistem mangrove di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sumber tambang nikel. Bahkan, isu lingkungan ini yang dikabarkan menjadi alasan kenapa Tesla urung investasi di Indonesia. 

#4 Proses Daur Ulang Baterai 

Apa yang terjadi ketika baterai mobil listrik habis usia pakainya. Hendak dibuang ke mana baterai tersebut? Solusinya tentu mendaur-ulang baterai. Dimana, Terdapat dua metode daur-ulang baterai lithium banyak dipakai BEV saat ini, yaitu pyrometallurgiy dan hydrometallurgy.

Pyrometallurgy merupakan metode daur-ulang dengan mengoyak dan membakar baterai untuk mengambil kembali logam terkandung di dalamnya. Sementara metode hydrometallurgy melarutkan baterai dalam cairan asam hingga menyisakan “sup” siap untuk diambil.

Yang patut digaris bawahi mengenai kedua metode ini adalah caranya yang jauh dari ideal, dengan pyrometallurgi membutuhkan energi intensif dan hydrometallurgy menggunakan cairan kimia berbahaya.

KIA Hyundai Battery Recycle
Pusat daur ulang baterai Kia dan Hyundai di Pulau Jeju, Korea Selatan

Parahnya, saat ini tingkat daur-ulang baterai masih sangat rendah. Diperkirakan hanya sekitar 5% dari keseluruhan baterai yang bisa digunakan kembali. Bahkan ada pendapat bahwa baterai mobil listrik saat ini tidak dirancang untuk didaur ulang. Saat jumlah mobil listrik masih sedikit, hal ini jelas bukan masalah.

Cukup cari tempat pembuangan. Tetapi ketika populasi mobil listrik diprediksi mencapai 145 juta unit pada 2030. masalah pembuangan baterai jelas bukan hal sepele. Dan jelas tidak bisa dibuang sembarangan karena akan menghasilkan limbah beracun merusak lingkungan.

>>> Mau Mudik 2023 Naik Mobil Listrik? Bukan Hanya Cari Tempat Charging! Hal Ini Juga Penting

Direktur & Publisher Cintamobil.com yang bergabung sejak 2018. Memiliki pengalaman 20 tahun di industri media otomotif dengan hobi mengoleksi mobil-mobilan balap. Sepanjang karirnya Adit akrab dengan test drive di sirkuit-sirkuit teranama seperti Fiorano, Fuji, Shanghai, hingga Sepang. 
 
back to top