
Ternyata, wacana pembatasan kecepatan maksimal di jalan tol pada angka 120 km/jam tidak masuk dalam kaedah safety lho. Lantas kok bisa seperti itu? Kami berdisuksi dengan salah satu pakar Safety Driving kenamaan di Indonesia membahas hal ini.
Perlu Pertimbangan Menyeluruh
"Menurut saya wacana pembatasan kecepatan (Maksimal) di jalan Tol 120 km/jam, dari sudut pandang “safety” tidak dapat diasumsikan sudah sesuai dengan standar safety atau belum," buka Bintarto Agung selaku Direktur IDDC (Indonesia Defensive Driving Canter) kepada tim Cintamobil.com.
Pembatasan kecepatan di jalan tol bukan jadi satu-satunya 'pencegah' celaka
Menurut om Tato sapaan akrab dari Bintarto Agung ternyata, "Banyak faktor yang harus diperhitungkan sebelum suatu policy atau peraturan dibuat dan diterapkan. Beberapa faktor yang sangat penting dan cukup krusial sebelum peraturan dibuat dan ditetapkan," tambah om Tato.
Faktor kecelakaan bukan melulu soal kecepatan
Contohnya, "Harus dilakukan penelitihan pada beberapa aspek penting seperti: kondisi dan kualitas/kuantitas sarana/prasarana penunjang jalannya, jumlah kendaraan bermotor yang beredar, kondisi/kualitas sosial politik dan yang terpenting adalah kualitas budaya keselamatan masyarakat kita khususnya," jelas om Tato lagi.
>>> Mulai April, Ngebut Melebihi 120 Km/Jam di Jalan Tol Langsung Ditilang
Pembentukan Driving Attitude Tak Kalah Penting
Seperti kita ketahui bahwa penyebab potensi resiko berkendara yang meningkat sangat tinggi adalah disebabkan oleh perilaku berkendara yang tidak proper (bad driving attitude atau sikap pengemudi yang tak bagus).
"Oleh karen itu untuk dapat membangun budaya keselamatan (safety culture) yang ideal seperti harapan kita semua merupakan tugas dan tanggung jawab semua orang," tukas Om Tato yang juga piawai mengemudikan mobil reli ini.
Om Tato juga menambahkan bahwa ada 4 Pokok penting dalam membangun budaya keselamatan di jalan yang ideal, yakni dekenal sebagai 4E (Education, Engineering, Enforcement, Everyone).
"Edukasi (Education)/sosialisasi terhadap aturan/peraturan/undang-undang yang ditetapkan/diterapkan, Rekasaya (Engineering) dengan menggunakan teknologi berbasis digital/IT penerapan aturan/peraturan, Penguatan dan penegakan (Enforcement) terhadap aturan/peraturan yg ditetapkan dan diterapkan dan terakhir adalah merupakan tanggung jawab dan usaha bersama kita semua (Everyone)," terang alumni Universitas Indonesia ini.
Mentang-mentang mobilnya semi autonomous bukan berarti boleh melakukan hal ini ya!
Demikian juga pada pernyataan resmi dari Korlantas POLRI melalui Dirgakkum pada hari selasa, 29/3/22 telah meluruskan informasi/wacana perihal kecepatan maksimal dijalan TOL adalah tetap sesuai UULAJ 22-2009 adalah100km/jam (bukan 120km/jam).
"Berdasarkan pernyataan resmi Korlantas yang akan menerapkan penguatan dan penegakan aturan dan sanksi pelanggaran batas kecepatan di jalan TOL berbasis digital/IT yang disebut E-TLE (Electronic Trafgic Law Enforcement)," lanjut om Tato.
Yang juga diharapkan tentunya akan dapat berkembang pada jenis pelanggaran-pelanggaran yang lain seperti penggunaan Sabuk keselamatan, penggunaan telepon selular saat berkendara dan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang dapat memicu kecelakaan.
Attitude berkendara juga perlu dibentuk dan senantiasa dipraktikkan
Terakhir kembali kepada pertanyaan kita apakah ketetapan batas kecepatan maksimal berkendara dijalan tol 120km/jam, apakah susuai dengan kaidah dan standar “Safety” yang diterapkan?
"Agak sulit kita menjawabnya sebelum tugas, upaya dan tanggung jawab kita bersama untuk membangun budaya keselamatan berkendara yang ideal tercapai atau setidaknya dapat berkembang secara berkelanjutan dan terus menerus, singkat kata diperlukan komitmen dan kesepakatan bersama semua pihak," tutup Om Tato.
>>> Mau Mudik? Simak Cara Penggunaan Roof Box & Roof Rack yang Benar