Perjalanan Tujuh Dekade Formula 1: Panggung Termegah Motorsport

16/05/2020

Pasar mobil

10 menit

Share this post:
Perjalanan Tujuh Dekade Formula 1: Panggung Termegah Motorsport
Sejak pertama kali digelar tahun 1950, Formula 1 telah berkembang sebagai ajang balap paling bergengsi di mana telah banyak sekali mobil balap dan pembalap terbaik dunia menjadi bagian perjalanan selama tujuh dekade.

Saat ini, Formula 1 adalah puncak dari motorsport di dunia, khususnya balap mobil. Semua pembalap mobil bermimpi untuk menjajal mobil balap F1 yang tiap tahun selalu berevolusi dengan berbagai teknologi barunya.

Lebih dari itu, Formula 1 juga merupakan salah satu cabang olahraga dengan perputaran uang terbesar di dunia. Sebagai salah satu ajang balap paling populer, F1 juga jadi platform yang menarik, di mana ratusan, atau bahkan ribuan brand sudah memperkenalkan produknya ke lebih dari 1,9 miliar pasang mata di seluruh dunia.

>>> Mengulik sejarah GP Singapura, balapan Formula 1 paling megah saat ini

Sudah melewati lebih dari 1.000 balapan selama tujuh dekade, bagaimana perjalanan Formula 1 menuju puncak motorsport? Simak sejarah singkat yang telah disusun oleh redaksi Cintamobil.com

Suksesor Grand Prix Motor Racing

Berbicara soal sejarah Formula 1, tentu kita tidak bisa melupakan Grand Prix Motor Racing yang jadi ajang balap mobil tertinggi pada era 1920-1930-an. Sempat terhenti akibat Perang Dunia II pada 1939, kompetisi kembali jalan dengan berbagai regulasi yang disahkan tahun 1946, dengan GP Turin jadi balapan F1 pertama pada 1 September 1946.

Balapan pertama world championship Formula 1, GP Inggris 1950

World Championship baru bergulir tahun 1950 dengan Silverstone menggelar balapan perdana (foto: Goodwood)

Namun, World Championship sendiri baru benar-benar disahkan pada 1947, dengan balapan pertama digelar tahun 1950 di Silverstone, Inggris. Tahun itu, Giuseppe Farina dengan Alfa Romeo jadi juara dunia pertama Formula 1 mengalahkan rekan satu timnya asal Argentina, Juan Manuel Fangio.

Era awal Formula 1 didominasi oleh para pabrikan yang sudah lebih dulu eksis di Grand Prix Motor Racing seperti Alfa Romeo, Ferrari, Mercedes, dan Maserati. Saat itu, identitas mobil juga masih mengacu pada negara asal tim, di mana tim Italia identik dengan warna merah, Jerman dengan Silver, dan Inggris memakai warna Hijau.

Juan Manuel Fangio, membalap dengan Maserati di GP Jerman 1957

Juan Manuel Fangio jadi supestar pertama Formula 1 dengan torehan 5 gelar juara dunia (foto: Uncredited)

Selain Farina, Fangio juga meraih kesuksesan di era ini dengan lima gelar juara dunia (1951, 1954, 1955, 1956, dan 1957), catatan yang butuh waktu 45 tahun untuk dipatahkan Michael Schumacher saat meraih titel keenam tahun 2003.

Selain itu, hadir juga bintang lain seperti Alberto Ascari, satu-satunya juara dunia Ferrari asal Italia sampai saat ini dengan dua titel musim 1952-1953, dan Stirling Moss, yang masih dianggap sebagai pembalap Formula 1 terbaik tanpa gelar Juara Dunia F1.

Invasi Britania Raya

Memasuki akhir dekade 50-an, kedigdayaan pabrikan mapan mulai terusik oleh invasi tim Britania Raya yang mendominasi Formula 1 dekade 60-an. Mereka mengandalkan berbagai konsep revolusioner untuk menciptakan mobil balap yang lebih gesit, dan mudah dikendalikan dibanding mobil F1 generasi awal yang masih sangat mengandalkan tenaga mesin.

Jim Clark, Lotus sedang membalap di GP Inggris 1967

Lotus jadi salah satu tim Britania Raya yang mendominasi F1 (foto: F1)

Mulai dari penggunaan sasis monokok dari alumunium yang revolusioner, layout mesin tengah yang punya keunggulan di distribusi bobot mobil dan pusat gravitasi mobil, sampai penerapan aerodinamika mobil merupakan karakteristik mobil F1 buatan Inggris saat itu.

>>> Temukan berbagai pilihan mobil baru dan bekas berkualitas di sini

Tim Inggris seperti Vanwall, Cooper, BRM, Lotus, dan Brabham secara bergantian mendominasi Formula 1 dengan 10 gelar konstruktor dari tahun 1958-1970, di mana hanya Ferrari (1961, 1964) dan Matra (1969) yang bisa memberi sedikit perlawanan pada pasukan British Racing Green. Pembalap Inggris juga berjaya pada era ini, mulai dari Mike Hawthorn, Jim Clark, Graham Hill, John Sutrees, dan Jackie Stewart meraih enam gelar juara dunia pembalap dalam waktu yang sama.

Era Modern, dominasi mesin DFV

Popularitas Formula 1 mulai menanjak di era ini, di mana Lotus jadi tim pertama yang mendapatkan sponsorship korporat dari Imperial Tobacco tahun 1968, sekaligus menandakan era modern F1.

Jochen Rindt dengan Lotus 72 yang dipakai di musim 1970

Lotus jadi tim pertama yang mendapatkan sponsor korporasi (foto: F1)

Dominasi tim Inggris di sini masih berlanjut, bahkan semakin menggila dengan hadirnya mesin sejuta umat, Cosworth DFV, yang pertama kali diperkenalkan pada medio 1960-an. Di era ini, hadir juga dua tim Inggris yang masih eksis di F1 sampai saat ini, McLaren dan Williams.

Dengan mesin DFV jadi primadona, tim coba mencari metode lain untuk mendominasi F1 tahun 1970-an. Hasilnya lebih banyak perangkat aero revolusioner, salah satunya penerapan ground clearence di Lotus 79 yang mendominasi akhir 70-an bersama Mario Andretti.

Mario Andretti mengendarai Lotus 79, mobil pertama yang memanfaatkan ground effect

Lotus 79 jadi mobil pertama yang memanfaatkan teknologi ground effect (foto: Ultimate cars page)

Pada era ini, kita mengenal beberapa pembalap jempolan seperti Niki Lauda, James Hunt, Emerson Fittipaldi, Ronnie Peterson, sampai Jacky Ickx. Ada sedikit trivia memilukan, juara dunia 1970, Jochen Rindt, menjadi satu-satunya pembalap yang sudah wafat saat dinobatkan sebagai juara dunia, saat itu ia mengalami kecelakaan fatal di GP Italia 1970.

Mesin Turbo 1.000 HP, konflik FISA-FOCA

Di era yang sama, Formula 1 juga ramai dengan intrik antara asosiasi tim Formula 1 FOCA (Formula One Constructor Association) dengan regulator FIA yang mendirikan FISA (Federation Internationale du Sport Automobile). Salah satu tokoh pending dalam konflik ini adalah Bernie Ecclestone, bos Tim Braham yang ditunjuk sebagai presiden FOCA tahun 1978.

Ecclestone berhasil melobi anggota FOCA, yang kebanyakan didominasi tim privatir Inggris untuk bersatu melawan FISA dalam kuasa di Formula 1, terutama soal hak siar dan regulasi. Salah satu momen paling krusial di sini adalah pada GP San Marino 1982, di mana tim FOCA seperti Brabham, McLaren, Williams, dan Lotus memboikot balapan.

Duet Scuderia Ferrari, Gilles Vilenneuve dan Didier Pironi, pada GP San Marino 1982

Puncak konflik FISA-FOCA adalah GP San Marino 1982, yang hanya diikuti 14 mobil saja (foto: Uncredited)

Balapan pun tetap berjalan dengan 14 mobil, yang terdiri dari tiga loyalis FISA (Ferrari, Renault, dan Alfa Romeo), ditambah Tyrell, Osella, ATS, dan Toleman yang membelot dari FOCA karena alasan sponsorhsip.

Di era ini, lahir mesin force-induction Turbo yang pertama kali digunakan Renault pada tahun 1977. Meski punya tenaga yang sangat besar untuk ukuran mobil F1 zaman itu, sekitar 700 HP, mesinnya belum reliable untuk menyaingi DFV yang sebenarnya sudah terhitung uzur. Namun seiring berkembangnya teknologi, dan dilarangya penggunaaan Ground Effect, mesin turbo menjadi primadona.

Gerhard Berger mengendarai Benetton B186 pada Monaco GP 1986

Sampai saat ini, BMW M12 masih jadi mesin mobil F1 paling bertenaga dengan 1.300 HP (foto: Uncredited)

Puncaknya pada 1986 mesin M12/13/1 racikan BMW jadi mesin Formula 1 paling bertenaga dengan 1.300 HP yang dicapainya di GP Italia 1986, saat itu memakai turbo boost 5.5 bar. Sayang, pemakaian mesin turbo dilarang oleh FIA setelah 1988, di mana Ayrton Senna jadi juara dunia terakhir dengan mesin turbo tradisional.

Era Bernie Ecclestone

Pengaruh Bernie Ecclestone terhadap Formula 1 sangatlah besar, melalui Concorde Agreement yang dibuat tahun 1981, FOCA memiliki hak siar F1 yang dihandle oleh Formula One Promotions and Administration yang didirikan Ecclestone. Secara teknis, pria Inggris itu merupakan pemilik Formula 1 kala itu.

Mobil F1 Williams FW14 yang dipakai Nigel Mansell saat memenangi F1 musim 1992

Dengan active suspension, Williams FW14 adalah salah satu mobil F1 paling dominan yang pernah dibuat (foto: Ultimate Cars Page)

Di era ini, popularitas Formula 1 semakin meroket dengan menjadi salah satu cabang olahraga paling populer. Hal ini tentu berdampak pada kondisi finansial tim, di mana banyak biaya untuk pengembangan mobil, hasilnya adalah berbagai perangkat elektronik canggih yang disematkan untuk semakin mengoptimalkan performa mobil.

>>> Jangan lewatkan berita terbaru seputar pasar mobil di sini

Mulai dari transmisi semi-otomatis, traction control, sampai active suspension dikembangkan pada tahun 1980-an. Puncaknya adalah pada tahun 1992, di mana Williams FW14 mendominasi musim dengan 10 kemenangan dari 16 balapan tahun 1992, dimana Nigel Mansell keluar sebagai Juara Dunia.

Pada tahun 1994, berbagai perangkat elektronik ini dilarang oleh FIA. Nahasnya, di tahun yang sama dua pembalap meninggal di satu akhir pekan San Marino 1994. Roland Ratzenberger meninggal saat kualifikasi, dan tiga kali juara dunia, Ayrton Senna mengalami kecelakaan fatal di tikungan Tamburello saat memimpin balapan.

Michael Schumacher mengendarai Ferrari F2004

Michael Schumacher torehkan 7 gelar juara dunia, 5 di antaranya bersama Ferrari (foto: Scuderia Ferrari)

Michael Schumacher menjadi salah satu pembalap paling menonjol di era ini, khususnya dengan torehan tujuh gelar juara dunia bersama Benetton (1994-1995), dan Ferrari (2000-2004). Muncul juga nama-nama beken seperti Damon Hill, Jacques Villeneuve, Mika Hakkinen, Fernando Alonso, Lewis Hamilton, Jenson Button, sampai Sebastian Vettel yang masih aktif eksis di F1 saat ini.

Era hybrid

Setelah era turbo pertama, mesin Formula 1 sempat memakai beberapa konfigurasi mesin, yakni 3.500cc V10 atau V12 (1989-1994), 3.000cc V10 atau V12 (1995-1999) dan khusus V10 (2000-2005), sampai 2.400cc V8 (2006-2013).

Di tengah isu pemanasan global, Formula 1 siap berbenah menuju kejuaraan yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya dengan penggunaan mesin kapasitas lebih kecil, dengan tambahan turbo dan motor listrik.

Mulai musim 2014, Formula 1 memakai mesin hybrid dengan mesin 1.600cc V6 turbo, dan Energy recovery system, yang terdiri dari MGU-K (Motor Generator Unit-Kinetic), dan MGU-H (Motor Generator Unit-Heat), dan juga pembatasan putaran mesin di 15.000 rpm.

Powertrain hybrid yang dipakai oleh Mercedes-AMG F1 sejak 2014

Powertrain hybrid Mercedes-AMG menghasilkan tenaga lebih dari 900 HP (foto: Mercedes-AMG F1 Team)

Meski punya mesin lebih kecil, performa yang dihasilkan tidak main-main. Sebagai catatan, powertrain Mercedes-AMG menghasilkan angka tenaga 949 HP pada tahun 2018, 786 HP di antaranya dari mesin V6 1.600cc, dan 163 HP sisanya dari kombinasi MGU-H dan MGU-K.

Powertrain tersebut diklaim jadi yang paling bertenaga, maka tak heran jika sejauh ini Mercedes-AMG mendominasi Formula 1 era hybrid dengan mengawinkan enam gelar juara dunia konstruktor dan pembalap dalam kurun waktu 2014-2019.

Lewis Hamilton jadi pembalap paling dominan di sini dengan lima gelar juara dunia (2014-2015, 2017-2019), dominasinya hanya diganggu sekali oleh Nico Rosberg yang meraih gelar 2016, dan langsung memilih mundur dari hingar bingar F1.

Lewis Hamilton sedang memimpin GP Monaco 2019 diikuti Valtteri Bottas

Lewis Hamilton menorehkan lima gelar juara dunia di era hybrid

Saat ini Formula 1 sudah berpindah tangan dari Bernie Ecclestone ke perusahaan media Amerika Serikat, Liberty Media, dengan valuasi sekitar $4,6 miliar (setara Rp 68,4 triliun) pada awal 2017. Selama tujuh dekade, dan lebih dari 1.000 balapan, Formula 1 telah berevolusi menjadi sebuah panggung megah motorsport dengan mobil balap yang didevelop dengan biaya triliunan rupiah, serta melahirkan lebih banyak calon legenda balap mobil yang patut diberi julukan Greatest Of All Time “GOAT”.

>>> Berita otomotif terbaru bisa Anda simak di sini

Bergabung di Cintamobil sejak 2019, Derry adalah seorang penyuka kecepatan tulen. Pengalaman di salah satu situs motorsport global membuatnya khatam soal dunia balap. Masih mengejar gelar Sarjana, Derry juga sering memacu adernalin dengan go-kart.
 
back to top